Kisah Cinta dan Pengorbanan Khadijah
Assalamu'alaikum
Sahabat fillah, kita pastilah mengenal istri Nabi Muhammad shalallahu 'alaihi wa sallam, cinta pertama dan ibu dari putra-putri beliau. Khadijah radhiyallahu 'anha, manusia pertama yang membenarkan perkataan Nabi dikala memperoleh wahyu, seorang kekasih yang setia berjuang menemani Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam.
Begitu besar perjuangan Khadijah, dia korbankan segalanya untuk membantu perjuangan suami tercinta, untuk bagaimana hari ini kita kenal Allah, dan untuk bagaimana hari ini kita kenal yang namanya Islam.
Sahabat, dua per tiga kekayaan kota Makkah adalah milik Khadijah, tapi di akhir hidupnya tidak ada kain kafan yang menutupi jasad Khadijah. Bahkan dikatakan pakaian yang ia gunakan adalah pakaian yang sangat kumuh, dengan dua puluh tiga tambalan, diantaranya menggunakan kulit kayu. Karena seluruh harta yang ia miliki, telah ia korbankan untuk memperjuangkan agama ini.
Sahabat, dikisahkan...
Suatu hari ketika Nabi Muhammad shalallahu 'alaihi wa sallam pulang sehabis berdakwah. Menjadi kebiasaan Khadijah menyambut berdiri di depan pintu. Ketika Khadijah hendak menyambut, Rasulullah berkata, "Wahai Khadijah, tetaplah engkau di tempatmu."
Khadijah pada waktu itu sedang menyusui Fatimah yang masih bayi. Setelah beberapa saat, Rasulullah kemudian berbaring di atas pangkuan Khadijah. Karena saking lelahnya Rasulullah berdakwah, dengan menghadapi berbagai caci maki dan fitnah manusia kala itu, akhirnya beliau pun tertidur. Ketika itulah, Khadijah dengan lembut membelai kepala suaminya, Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam. Tak terasa air mata Khadijah menetes ke pipi Rasulullah, yang membuat beliau terjaga.
Rasulullah bertanya, "Wahai Khadijah, kenapa engkau menangis? Adakah engkau menyesal bersuamikan aku Muhammad? Dahulu engkau wanita bangsawan, engkau mulia, engkau hartawan, tapi hari ini engkau telah dihina orang. Semua orang telah menjauh darimu. Seluruh harta kekayaanmu habis. Adakah engkau menyesal Wahai Khadijah bersuamikan aku, Muhammad?"
Khadijah pun menjawab, "Wahai suamiku, wahai Nabi Allah! Bukan itu yang aku tangiskan. Dahulu aku memiliki kemuliaan, kemuliaan itu aku serahkan untuk Allah dan Rasul-Nya. Dahulu aku punya kebangsawanan, aku serahkan kebangsawanan itu untuk Allah dan Rasul-Nya. Dahulu aku memiliki harta kekayaan, seluruh harta kekayaan itu pun telah aku serahkan untuk Allah dan Rasul-Nya. Wahai Rasulullah, sekarang aku tak punya apa-apa lagi. Tetapi engkau masih terus memperjuangkan agama ini. Wahai Rasulullah, sekiranya aku telah mati, sedangkan perjuanganmu ini belum selesai. Sekiranya engkau hendak menyeberangi sebuah lautan, sekiranya engkau hendak menyeberangi sebuah sungai, dan engkau tidak menjumpai jembatan ataupun rakit, maka engkau galilah kuburku, engkau ambil tulang belulangku, engkau jadikanlah rakit untuk menyeberangi sungai itu agar engkau dapat bertemu dengan manusia. Ingatkan mereka kepada dosa dan Allah. Ingatkan mereka kepada yang haq. Ajaklah mereka kepada Islam, wahai Rasulullah."
Sahabat, bayangkan, seorang Nabi yang agung, seorang istri yang setia, kedua suami istri ini pun berpelukan sambil menangis memikirkan agama ini.
Sahabat fillah, perlu kita camkan, bahwa agama ini bisa sampai ke kita bukan dengan mudahnya. Bukan dibawa oleh hembusan angin, bukan pula dibawa oleh air sungai yang mengalir. Tetapi dibawa oleh pengorbanan Rasulullah dan para sahabat. Dibawa oleh pengorbanan istri-istri Rasulullah. Dibawa oleh pengorbanan janda para sahabat, dan dibawa oleh pengorbanan yatim-yatim para sahabat.
Hari ini, kita seringkali bersenang-senang beramal di atas penderitaan para sahabat. Hari ini, kita seringkali bersenang-senang di atas penderitaan Khadijah radhiyallahu 'anha. Hari ini kita seringkali bersenang-senang diatas penderitaan dan jeritan janda dan yatim para sahabat.
Sahabat, jika hari ini kita tidak menghargai pengorbanan mereka. Apa yang harus kita jawab di hadapan Allah nanti? Apa yang harus kita jawab di hadapan Nabi, jikalau nanti kita bertemu dengan beliau? Apa yang akan kita jawab kalau kita berjumpa dengan Khadijah, sedangkan ia telah mengorbankan segalanya untuk agama ini? Apa yang akan kita jawab kalau kita berjumpa sahabiah-sahabiah, yang telah merelakan suami-suami mereka syahid di medan perang? Apa yang akan kita jawab kalau kita berjumpa anak-anak yatim para sahabat, sedangkan mereka telah mengorbankan ayah-ayah mereka untuk memperjuangkan agama ini?
Maka sahabat, mulailah hari ini kita menghargai pengorbanan mereka. Kita amalkan ajaran agama ini dengan sebenar-benarnya, dan gelorakan seruan dakwah kepada saudara-saudara kita. Jika kita merasa begitu berat untuk melakukannya, kembali ingat pengorbanan mereka yang dulu. Wallahi, pengorbanan kita untuk agama ini masih belum ada apa-apanya dibanding mereka, maka bersabarlah dan tetaplah istiqomah!
Wallahu a'lam
Wassalamu'alaikum
Assalamu'alaikum
Sahabat fillah, kita pastilah mengenal istri Nabi Muhammad shalallahu 'alaihi wa sallam, cinta pertama dan ibu dari putra-putri beliau. Khadijah radhiyallahu 'anha, manusia pertama yang membenarkan perkataan Nabi dikala memperoleh wahyu, seorang kekasih yang setia berjuang menemani Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam.
Begitu besar perjuangan Khadijah, dia korbankan segalanya untuk membantu perjuangan suami tercinta, untuk bagaimana hari ini kita kenal Allah, dan untuk bagaimana hari ini kita kenal yang namanya Islam.
Sahabat, dua per tiga kekayaan kota Makkah adalah milik Khadijah, tapi di akhir hidupnya tidak ada kain kafan yang menutupi jasad Khadijah. Bahkan dikatakan pakaian yang ia gunakan adalah pakaian yang sangat kumuh, dengan dua puluh tiga tambalan, diantaranya menggunakan kulit kayu. Karena seluruh harta yang ia miliki, telah ia korbankan untuk memperjuangkan agama ini.
Sahabat, dikisahkan...
Suatu hari ketika Nabi Muhammad shalallahu 'alaihi wa sallam pulang sehabis berdakwah. Menjadi kebiasaan Khadijah menyambut berdiri di depan pintu. Ketika Khadijah hendak menyambut, Rasulullah berkata, "Wahai Khadijah, tetaplah engkau di tempatmu."
Khadijah pada waktu itu sedang menyusui Fatimah yang masih bayi. Setelah beberapa saat, Rasulullah kemudian berbaring di atas pangkuan Khadijah. Karena saking lelahnya Rasulullah berdakwah, dengan menghadapi berbagai caci maki dan fitnah manusia kala itu, akhirnya beliau pun tertidur. Ketika itulah, Khadijah dengan lembut membelai kepala suaminya, Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam. Tak terasa air mata Khadijah menetes ke pipi Rasulullah, yang membuat beliau terjaga.
Rasulullah bertanya, "Wahai Khadijah, kenapa engkau menangis? Adakah engkau menyesal bersuamikan aku Muhammad? Dahulu engkau wanita bangsawan, engkau mulia, engkau hartawan, tapi hari ini engkau telah dihina orang. Semua orang telah menjauh darimu. Seluruh harta kekayaanmu habis. Adakah engkau menyesal Wahai Khadijah bersuamikan aku, Muhammad?"
Khadijah pun menjawab, "Wahai suamiku, wahai Nabi Allah! Bukan itu yang aku tangiskan. Dahulu aku memiliki kemuliaan, kemuliaan itu aku serahkan untuk Allah dan Rasul-Nya. Dahulu aku punya kebangsawanan, aku serahkan kebangsawanan itu untuk Allah dan Rasul-Nya. Dahulu aku memiliki harta kekayaan, seluruh harta kekayaan itu pun telah aku serahkan untuk Allah dan Rasul-Nya. Wahai Rasulullah, sekarang aku tak punya apa-apa lagi. Tetapi engkau masih terus memperjuangkan agama ini. Wahai Rasulullah, sekiranya aku telah mati, sedangkan perjuanganmu ini belum selesai. Sekiranya engkau hendak menyeberangi sebuah lautan, sekiranya engkau hendak menyeberangi sebuah sungai, dan engkau tidak menjumpai jembatan ataupun rakit, maka engkau galilah kuburku, engkau ambil tulang belulangku, engkau jadikanlah rakit untuk menyeberangi sungai itu agar engkau dapat bertemu dengan manusia. Ingatkan mereka kepada dosa dan Allah. Ingatkan mereka kepada yang haq. Ajaklah mereka kepada Islam, wahai Rasulullah."
Sahabat, bayangkan, seorang Nabi yang agung, seorang istri yang setia, kedua suami istri ini pun berpelukan sambil menangis memikirkan agama ini.
Sahabat fillah, perlu kita camkan, bahwa agama ini bisa sampai ke kita bukan dengan mudahnya. Bukan dibawa oleh hembusan angin, bukan pula dibawa oleh air sungai yang mengalir. Tetapi dibawa oleh pengorbanan Rasulullah dan para sahabat. Dibawa oleh pengorbanan istri-istri Rasulullah. Dibawa oleh pengorbanan janda para sahabat, dan dibawa oleh pengorbanan yatim-yatim para sahabat.
Hari ini, kita seringkali bersenang-senang beramal di atas penderitaan para sahabat. Hari ini, kita seringkali bersenang-senang di atas penderitaan Khadijah radhiyallahu 'anha. Hari ini kita seringkali bersenang-senang diatas penderitaan dan jeritan janda dan yatim para sahabat.
Sahabat, jika hari ini kita tidak menghargai pengorbanan mereka. Apa yang harus kita jawab di hadapan Allah nanti? Apa yang harus kita jawab di hadapan Nabi, jikalau nanti kita bertemu dengan beliau? Apa yang akan kita jawab kalau kita berjumpa dengan Khadijah, sedangkan ia telah mengorbankan segalanya untuk agama ini? Apa yang akan kita jawab kalau kita berjumpa sahabiah-sahabiah, yang telah merelakan suami-suami mereka syahid di medan perang? Apa yang akan kita jawab kalau kita berjumpa anak-anak yatim para sahabat, sedangkan mereka telah mengorbankan ayah-ayah mereka untuk memperjuangkan agama ini?
Maka sahabat, mulailah hari ini kita menghargai pengorbanan mereka. Kita amalkan ajaran agama ini dengan sebenar-benarnya, dan gelorakan seruan dakwah kepada saudara-saudara kita. Jika kita merasa begitu berat untuk melakukannya, kembali ingat pengorbanan mereka yang dulu. Wallahi, pengorbanan kita untuk agama ini masih belum ada apa-apanya dibanding mereka, maka bersabarlah dan tetaplah istiqomah!
Wallahu a'lam
Wassalamu'alaikum
Tidak ada komentar:
Posting Komentar